Rabu, 08 Februari 2012

Media Video Interaktif


Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum yang artinya melihat (mempunyai daya penglihatan); dapat melihat (K. Prent dkk., Kamus Latin-Indonesia, 1969: 926). Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1119) mengartikan video dengan: 1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi; 2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi. Senada dengan itu, Peter Salim dalam The Contemporary English-Indonesian Dictionary (1996:2230) memaknainya dengan sesuatu yang berkenaan dengan penerimaan dan pemancaran gambar. Tidak jauh berbeda dengan dua definisi tersebut, Smaldino (2008: 374) mengartikannya dengan “the storage of visuals and their display on television-type screen” (penyimpanan/perekaman gambar dan penanyangannya pada layar televisi).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah gambar hidup (bergerak; motion), proses perekamannya, dan penayangannya yang tentunya melibatkan teknologi Karenanya, banyak orang yang memahami video dalam dua pengertian: 1. sebagai rekaman gambar hidup yang ditayangkan (di sini video sama dengan film, dan pada makalah ini penyebutan video seringkali dipakai bergantian dengan film). Aplikasi umum dari video adalah televisi atau media proyektor lainnya; dan 2. sebagai teknologi, yaitu teknologi pemrosesan sinyal elektronik mewakilkan gambar bergerak. Di sini  istilah video juga digunakan sebagai singkatan dari videotape, dan juga perekam video dan pemutar video (http://id.wikipedia.org/wiki/Video, diakses 30 Maret 2009).

Video, dilihat sebagai media penyampai pesan, termasuk media audio-visual atau media pandang-dengar (setyosari & Sihkabuden, 2005: 117). Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis: pertama, dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio-visual murni; dan kedua, media audio-visual tidak murni. Film bergerak (movie), televisi, dan video termasuk jenis yang pertama, sedangkan slide, opaque, OHP dan peralatan visual lainnya yang diberi suara termasuk jenis yang kedua (Munadi, 2008: 113)

Ada banyak kelebihan video ketika digunakan sebagai media pembelajaran di antaranya menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk. (2008: 310), video merupakan media yang cocok untuk pelbagai milliu pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran secara langsung pada kebutuhan siswa.

Selain itu, menurut Smaldino sendiri, pembelajaran dengan video multi-suara bisa ditujukan bagi beragam tipe pebelajar. Teks bisa didisplay dalam aneka bahasa untuk menjelaskan isi video. Beberapa DVD bahkan menawarkan kemampuan memperlihatkan suatu objek dari pelbagai sudut pandang yang berbeda. Disc juga memberikan fasilitas indeks pencarian melalui judul, topik, jejak atau kode-waktu untuk pencarian yang lebih cepat.

Video juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pebelajar, dan setiap ranah: kognitif, afektif, psikomotorik, dan interpersonal. Pada ranah kognitif, pebelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian sejarah masa lalu dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara dan gerak di sini mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu menonton video, setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi ajar.

Pada ranah afektif, video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari potensi emosional impact yang dimiliki oleh video, di mana ia mampu secara langsung membetot sisi penyikapan personal dan sosial siswa. Membuat mereka tertawa terbahak-bahak (atau hanya tersenyum) karena gembira, atau sebaliknya menangis berurai air mata karena sedih. Dan lebih dari itu, menggiring mereka pada penyikapan seperti menolak ketidakadilan, atau sebaliknya pemihakan kepada yang tertindas.

Pada ranah psikomotorik, video memiliki keunggulan dalam memperlihatkan bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya dalam mendemons-trasikan bagaimana tatacara merangkai bunga, membuat origami pada anak-anak TK, atau memasak pada pelajaran tataboga dan lain sebagainya. Semua itu akan terasa lebih simpel, mendetail, dan bisa diulang-ulang. Video pembelajaran yang merekam kegiatan motorik siswa juga memberikan kesempatan pada mereka untuk mengamati dan mengevaluasi kerja praktikum mereka, baik secara pribadi maupun feedback dari teman-temannya.

Sedangkan pada ranah meningkatkan kompetensi interpersonal, video memberikan kesempatan pada mereka untuk mendiskusikan apa yang telah mereka saksikan secara berjama’ah. Misalnya tentang resolusi konflik dan hubungan antar sesama, mereka bisa saling mengobservasi dan menganalisis sebelum menyaksikan tayangan video. Lebih dari itu, manfaat dan karakteristik lain dari media video atau film dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran, di antaranya adalah (Munadi, 2008: 127; Smaldino, 2008: 311-312): a). Mengatasi jarak dan waktu, b). Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam waktu yang singkat, c). Dapat membawa siswa berpetualang dari negara satu ke negara lainnya, dan dari masa yang satu ke masa yang lain, d). Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah kejelasan, e). Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat, f). Megembangkan pikiran dan pendapat para siswa, g). Mengembangkan imajinasi, h). Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan penjelasan yang lebih realistik, i). Mampu berperan sebagai media utama untuk mendokumentasikan realitas sosial yang akan dibedah di dalam kelas, j). Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat memancing kreativitas peserta didik dalam mengekspresikan gagasannya.

Selain kelebihan, video/film juga memiliki kekurangan, di antaranya: sebagaimana media audio-visual yang lain, video juga terlalu menekankan pentingnya materi ketimbang proses pengembangan materi tersebut; pemanfaatan media ini juga terkesan memakan biaya tidak murah, terutama bagi guru, maaf, dengan gaji pas-pasan di negeri ini; dan penanyangannya juga terkait peralatan lainnya seperi videoplayer, layar bagi kelas besar beserta LCDnya, dan lain-lain. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, video merupakan teknologi pemrosesan sinyal elektronik yang meliputigambar gerak dan suara. Piranti yang berkaitan dengan video adalah playback, storage media (seperti pita magnetik dan disc), dan monitor. Nah, agar mampu memanfaatkan video sebagai alternatif media untuk pembelajaran, ada baiknya kita mengetahui piranti media video ini, di antaranya: a). Video Pita Magnetik (Video Tape Recorder [VTR], Video Cassette Recorder [VCR], dan Mini-DV), b). Video Disc,Video Compact Disc (VCD) Digital Video/Versatile Disc (DVD), c). Handycam

Gaya Belajar Siswa


Dalam menyikapi berbagai macam mengenai gaya belajar, tentulah harus ditambah dengan logika dan kebudayaan cara kerja kita, dan yang paling penting dari semua diatas adalah suatu cara kerja otak kita yang mana dalam hal ini kita sebut dengan modalitas belajar. Secara singkat modalitas belajar adalah, suatu cara bagaimana otak menyerap informasi yang masuk melalui panca indera secara optimal. Menurut Howard Gardner modalitas belajar tersebut dapat dikarakteristik menjadi gaya belajar Auditory, Visual, Reading dan Kinestetik.
Pengertian gaya belajar menurut DePorter (2008 :112), “ gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang itu menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”.  Jadi, setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.  Terdapat tiga modalitas belajar  seseorang  yaitu  :  “modalitas  visual,  auditori  atau  kinestetik  (V-A-K).  Walaupun  masing-masing  dari  kita  belajar  dengan  menggunakan  ketiga  modalitas ini pada tahapan  tertentu,  kebanyakan orang lebih cenderung  pada  salah satu di antara ketiganya”.
a.    Auditory
     Orang yang memiliki gaya belajar Auditory, belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
        Beberapa ciri seorang Auditory antara lain : a). Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok, b). Mengenal banyak sekali lagu / iklan TV, c). Suka berbicara, d). Pada umumnya bukanlah pembaca yang baik, d). Kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya, e). Kurang baik dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis, f). Kurang memperhatikan hal-hal baru dalam lingkungan sekitarnya.
b.                  Visual
           Orang yang memiliki gaya belajar Visual, belajar dengan menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Ciri-ciri orang yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum mereka memahaminya. Konkretnya, yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, mereka memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya mereka memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
 Beberapa karakteristik Visual adalah : a). Senantiasa melihat memperhatikan gerak bibir seseorang yang berbicara kepadanya, b). Cenderung menggunakan gerakan tubuh saat mengungkapkan sesuatu, c). Kurang menyukai berbicara di depan kelompok, dan kurang menyukai untuk mendengarkan orang lain, d). Biasanya tidak dapat mengingat informasi yang diberikan secara lisan, e). Lebih menyukai peragaan daripada penjelasan lisan, f). Biasanya orang yang Visual dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut/ramai tanpa merasa terganggu
c.    Kinestetik
Orang yang memiliki gaya belajar, Kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian informasi. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability).
Tidak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta. Mereka yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dianjurkan untuk belajar melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya. Orang yang memiliki gaya belajar Kinestetik biasanya memiliki karakteristik adalah  a). Suka menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, b). Sulit untuk berdiam diri, c). Suka mengerjakan segala sesuatu dengan menggunakan tangan, d). Biasanya memiliki koordinasi tubuh yang baik, e). Suka menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu belajar, f). Mempelajari hal-hal yang abstrak merupakan hal yang sangat sulit. Dalam penelitian ini, gaya belajar yang diteliti pada siswa dibatasi pada gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik, yang berdasarkan pada indicator-indikator sebagai berikut : ( DePorter (2008 :117).
No.
Gaya belajar
Komponen
Indikator
1.
Visual
1. Penampilan
1.1. Rapi dan teratur

1.2. Menyikapi sesuatu dengan tenang

2. Berbicara
2.1. Berbicara dengan cepat

3. Manajemen waktu
3.1. Merencanakan sesuatu jangka panjang dengan baik

 3.2. Mengatur waktu dengan baik

4. Membaca
4.1. Membaca sekilas/gambaran umumnya saja

4.2. Lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan

5. Pemahaman
5.1. Membuat banyak symbol dan gambar  dalam catatan

5.2. Lebih ingat apa yang dilihat daripada yang didengar

5.3. Menghafal asosiasi dalam bentuk visual

5.4. Sulit mengingat perintah lisan daripada tulisan

6. Hobi
6.1. Menyukai seni daripada musik.

2
Kinestetik
1.      Penampilan
1.1.             Tak bisa duduk dengan tenang untuk   waktu yang lama

1.2.Membuat keputusan dengan perasaan

2.      Berbicara
2.1.Berbicara dengan lambat dan pelan

2.2.             Berdiri dekat-dekat saat bicara dengan seseorang

3.      Membaca
3.1.             Menggunakan jari atau mencerminkan aksi saat membaca

4.      Pemahaman
4.1.Menyentuh sesuatu yang dijumpainya

4.2.             Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

4.3.Suka belajar dengan praktek

4.4.Suka menggunakan isyarat tubuh

4.5.             Suka mengetuk-ngetuk pena, jari/kaki saat mendengarkan

5.      Hobi
5.1.             Meluangkan waktu untuk berolahraga dan berkegiatan fisik lainnya



Media Pembelajaran


    Kegiatan belajar mengajar merupakan proses komunikasi, ada yang memberikan pesan dan ada yang menerima pesan. Proses tersebut membutuhkan media, tempat untuk menyalurkan pesan. Media pembalajaran dapat menyampaikan pesan secara konkrit atau lebih nyata bila dibandingkan melalui kata-kata yang diucapkan. Menurut Azhar Arsyad (2007 : 7) bahwa “media pendidikan memiliki pengertian sebagai alat bantu pada proses belajar yang digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran”.  Kata media secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Menurut Wina Sanjaya (2008:163) yang dimaksud media adalah : "segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) ke penerima (siswa) sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi".
Dari uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa media pembelajaran sebagai perangkat lunak (soft ware) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan. Sesuai dengan perkembangannya media dapat tampil dalam berbagai jenis dan format. Oleh karena itu berkembang pula sistem pengelompokannya berdasarkan kesamaan ciri atau karakteristiknya. Jadi ada kesamaan pengertian untuk batasan media pendidikan yaitu merupakan alat bantu, baik berupa perangkat keras (hard ware) maupun (soft ware) dalam menyampaikan pesan (informasi) dalam proses belajar mengajar.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari media pembelajaran, seperti uraian berikut ini. Pembelajaran menjadi lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Bahan ajar yang disampaikan dalam pembelajaran menjadi lebih jelas maknanya, sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan siswa dapat memiliki kompetensi seprti yang dinyatakan dalam indikator.  Penyajian yang disampaikan guru dalam pembelajaran menjadi lebih bervariasi, sehingga tidak membosankan. Dengan menggunakan media  siswa cenderung lebih banyak melakukan kegiatan dalam pembelajaran, siswa terlibat langsung dalam pengamatan, pengukuran, percobaan, dan lain sebagainya.   

Untuk beberapa hal media memegang peranan penting dalam pembelajaran.  Obyek yang terlalu besar dapat diganti dengan media gambar, film ataupun model. Untuk Obyek yang terlalu kecil dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, ataupun gambar. Untuk gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan rekama ulang yang dipercepat atau diperlambat. Kejadian atau peristiwa masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai atau foto. Obyek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model atau diagram. Konsep dengan cakupan yang terlalu luas dapat disajikan dalam bentuk film atau video.
 Levie & Lentz dalam Azhar Arsyad (2007 : 16) menyatakan bahwa  “ ada empat fungsi media pembelajaran khususnya media visual, yaitu : fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris”. Fungsi Atensi mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual. Fungsi Afektif yaitu gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.  Fungsi kognitif yaitu gambar atau lambang visual dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan. Fungsi kompensatoris yaitu media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.
Pemilihan dan penggunaan media pengajaran harus disesuaikan dengan:   tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode mengajar, ketersediaan alat yang dibutuhkan, dan kerumitan materi yang disampaikan. Pemilihan media juga dipertimbangkan dari faktor hambatan pengembangan dan pembelajaran. Pada pengembangan media, faktor dana, fasilitas, waktu penyampaian materi harus diperhatikan. Materi atau isi pelajaran yang beragam disesuaikan dengan tugas yang ingin diberikan dan dilakukan kepada siswa. Dalam hal ini tuntutan isi pelajaran yang menggunakan pengetahuan kognitif khusus yang kompleks untuk penyelesaian dan perkiraan diperlukan pada pembelajaran yang menyangkut pengertian hubungan-hubungan dengan indikator perilaku menganalisis jenis bagian-bagian dan penggunaan penalaran atau logika.
            Dalam pemilihan media sebaiknya mempertimbangkan pula tentang  kemampuan mengakomodasikan penyajian sehingga berperan sebagai stimulus yang tepat ( visual atau audiovisual). Pemilihan media juga berkaitan dengan  kemampuan mengakomodasikan respons siswa yang tepat (tertulis, audio, atau kegiatan fisik), dan kemampuan mengakomodasikan umpan balik. Selain itu juga perlu dipertimbangkan pemilihan media utama dan media sekunder untuk penyajian informasi atau stimulus, untuk latihan atau untuk pembelajaran. 
            Dalam teknologi pembelajaran, pengertian media berarti perangkat lunak (soft ware) yang berisi pesan atau informasi pembelajaran yang biasanya disajikan dengan menggunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan. Sehubungan dengan perkembangan teknologi, media yang digunakan dalam pembelajaran tampil dalam berbagai jenis dan format. Oleh karena itu berkembang pula sistem pengelompokannya yang berdasarkan kesamaan ciri atau karakteristiknya.
Taksonomi menurut Briggs, lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau rangsangan yang dapat ditimbulkan dari medianya sendiri, yaitu kesesuaian rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa, indikator pembelajaran, bahanajar, dan transmisinya. Briggs mengidentifikasi ada 13 macam media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu : obyek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film, televisi, dan gambar yang diam maupun yang bergerak.